logo

id

contact us

Mudik Lebaran: Cerita di Balik Tradisi, Tantangan, dan Harapan Kita


by Duitin • Mar 2025
1743105922817-blog50-mudiklebaran(1920x1080).jpg

Lebaran tinggal menghitung hari, dan seperti biasa, jutaan orang Indonesia sudah sibuk merencanakan mudik, ritual tahunan yang seolah jadi “kewajiban” untuk pulang kampung. Ada yang naik motor, mobil, atau pesawat; ada yang rela antre tiket berjam-jam atau bahkan nebeng truk. Tapi, di balik euforia bertemu sanak saudara, ada cerita lain yang sering terabaikan: sampah menumpuk di rest area, kemacetan yang bikin frustrasi, dan tekanan sosial untuk pulang meski dompet sedang tipis. Yuk, kita telusuri bersama!

Mudik bukan sekadar perjalanan fisik. Ini adalah momen nostalgia, di mana aroma masakan ibu, obrolan seru dengan sepupu, dan canda tawa di teras rumah jadi obat rindu setelah setahun bekerja di perantauan. Tapi, pernahkah kita sadar bahwa di balik kebahagiaan ini, ada “dampak sampingan” yang sering kita anggap remeh?

Bayangkan, jutaan kendaraan memadati jalan tol, sementara sampah botol plastik, bungkus makanan, dan puntung rokok bertebaran di sepanjang jalur mudik. Rest area yang seharusnya jadi tempat istirahat, malah berubah jadi “gunung sampah” dadakan. Padahal, sampah-sampah ini nggak cuma merusak pemandangan, mereka bisa berakhir di sungai, mencemari laut, dan akhirnya mengancam ekosistem kita.

Tapi, jangan khawatir! Kita masih bisa menikmati mudik tanpa jadi bagian dari masalah. Misalnya, dengan bawa tumbler sendiri alih-alih beli air mineral botol, atau pakai kotak makan reusable untuk menyimpan camilan selama perjalanan. Kalau semua orang melakukan hal kecil ini, bayangkan berapa ton sampah plastik yang bisa kita kurangi!

Nah, soal kemacetan, siapa yang nggak sebel? Tapi, di balik antrean panjang itu, ada cerita lain yang lebih mengharukan. Seperti keluarga yang nekat mudik naik motor demi menghemat biaya, atau para pekerja migran yang rela menabung setahun penuh hanya untuk pulang 3 hari. Mudik memang indah, tapi juga sering jadi beban finansial yang dipaksakan. Padahal, di era digital ini, silaturahmi bisa dilakukan via video call. Toh, yang penting hati tetap terhubung, kan?

Tapi, bagi sebagian orang, mudik adalah harga mati. Maka, jika kamu termasuk yang harus pulang tahun ini, yuk lakukan dengan bijak dan bertanggung jawab. Pisahkan sampah organik dan plastik di kendaraan, jangan buang sampah sembarangan meski tergoda untuk “ceplas-ceplos” dari jendela mobil, dan pilih rest area yang menyediakan tempat sampah terpilah.

Dan ingat, mudik bukanlah kompetisi. Nggak perlu memaksakan diri beli baju baru atau bagi-bagi amplop tebal kalau kondisi keuangan sedang pas-pasan. Lebaran adalah tentang keikhlasan, bukan gengsi.

Di ujung perjalanan, ketika kita akhirnya tiba di kampung halaman, ada satu hal yang perlu kita renungkan: bisakah tradisi mulia ini kita wariskan ke anak cucu tanpa meninggalkan jejak kerusakan? Jawabannya ada di tangan kita. Dengan sedikit kesadaran dan usaha, mudik bisa tetap jadi momen Bahagia, untuk keluarga, untuk diri sendiri, dan untuk bumi.

Selamat mudik..jaga keselamatan, jaga kebersihan, dan jangan lupa… happy Lebaran..!

related blogs